jamuvoyage – Coba pejamkan mata lo, bray. Dengar kata ‘jamu’, apa yang langsung kebayang?
Mungkin gambaran Mbok Jamu Gendong di pagi hari, dengan kain batik, bakul bambu, dan botol-botol kaca kusam. Lo jongkok di pinggir jalan, minum kunyit asam dari piring kaleng kecil, nahan pahit, terus ceguk… selesai.
Sekarang, buka mata. Lo lagi di kafe aesthetic di tengah kota. Lampunya temaram, wangi kopi campur rempah, musiknya indie-pop. Di depan lo, ada gelas mocktail tinggi yang cantik, ada garnish irisan lemon kering, dan warnanya kuning cerah.
Pas lo seruput… ternyata itu Kunyit Asam Fizz.
Selamat datang di era baru. Jamu legendaris kita resmi ‘naik kelas’. Ini adalah kisah transformasi jamu, dari minuman fungsional yang “kuno”, jadi bagian lifestyle yang keren.

Gendongan Mbok Jamu ke Gelas Mocktail Kafe Hits
Fase 1: Si Legenda ‘Apotek Berjalan’
Selama puluhan tahun, Mbok Jamu adalah pahlawan kesehatan kita. Mereka adalah ‘apotek berjalan’ yang door-to-door nawarin solusi instan: pegal linu? Minum Beras Kencur. Mau ‘dapet’? Minum Kunyit Asam. Masuk angin? Ada Jahe Wangi.
Jujur aja, dulu minum jamu itu bukan soal lifestyle. Itu soal kebutuhan. Fungsional, cepat, manjur, dan seringkali… pahit. Nggak ada ceritanya kita nongkrong minum jamu. Habis minum, bayar, ya langsung cabut kerja.
Fase 2: Transisi ke Pabrik (Era Praktis, Tapi… ‘Kuno’)
Lalu, datanglah era industrialisasi. Jamu mulai masuk pabrik. Lahirlah jamu-jamu bubuk instan dalam sachet (yang harus diseduh air panas) dan jamu botolan yang dijual di warung-warung.
Apakah ini praktis? Banget. Lo nggak perlu nunggu Mbok Jamu lewat. Tapi, ada masalah baru: citranya.
Jamu kemasan ini memperkuat citra jamu sebagai “minuman orang tua” atau “minuman orang sakit”. Nggak ada anak muda yang dengan bangga mesen jamu bubuk di warung kopi. Image-nya kuno banget.
Fase 3: Revolusi ‘Jamu Bar’ (Jamu Itu Keren!)
Dan akhirnya, di sinilah revolusi terjadi. Lahirlah ‘generasi ketiga’ pengusaha jamu. Mereka adalah anak-anak muda yang tumbuh besar dengan jamu, tapi juga ngerti banget soal branding, estetika, dan selera pasar Gen Z.
Mereka punya misi: jamu nggak cuma harus sehat, tapi juga harus keren.
Munculah brand-brand game changer kayak Suwe Ora Jamu dan Acaraki Jamu. Mereka bukan jualan jamu, mereka jualan pengalaman minum jamu. Mereka adalah “Jamu Bar”.
Apa yang mereka lakukan beda?
- Inovasi Penyajian: Acaraki, misalnya, ‘merusak’ pakem. Mereka nyeduh jamu pakai V60, french press, bahkan rock presso, persis kayak lo pesan kopi specialty. Hasilnya? Rasa dan aroma jamu yang lebih balance.
- Jamu Jadi Mocktail: Kunyit Asam nggak lagi ‘polos’. Sekarang, dia di-mix pakai sparkling water dan garnish lemon, jadi “Kunyit Asam Fizz”. Segar, nggak terlalu manis, dan nggak “jamu banget”.
- Jamu Latte: Beras Kencur favorit lo? Sekarang di-mix pakai oatmilk atau susu almon, jadi “Beras Kencur Latte”. Rasanya creamy, gurih, dan hangat.
- Packaging Estetik: Botol-botol kaca minimalis yang Instagrammable bikin lo bangga nenteng jamu ke kantor, bukan malu-malu lagi.
Kenapa Gen Z Akhirnya ‘Balik Arah’ Minum Jamu?
Dulu Gen Z anti-jamu. Kenapa sekarang malah jadi tren?
- ‘Wellness’ is the New Cool: Habis pandemi, kesadaran buat hidup sehat (wellness) nge-gas pol. Minum jamu jadi pilihan logis buat self-care.
- Rasanya ‘Dijinakkan’: Jamu kekinian ini rasanya “dijinakkan”. Rasa pahit atau earthy yang berlebihan diimbangi dengan bahan lain (kayak madu, soda, atau susu), jadi lebih ‘masuk’ ke lidah pemula.
- Tempatnya Nyaman (dan Estetik): Ini penting. Jamu bar itu cozy, wifinya kencang, dan setiap sudutnya bagus buat foto. Beda banget sama minum di pinggir jalan yang 5 menit harus cabut.
- Kebanggaan Lokal (Local Pride): Ada rasa bangga pas kita ngonsumsi produk lokal yang keren dan berkualitas dunia. Minum jamu jadi cara nunjukkin identitas.
Jamu Ganti Baju, Bukan Ganti Jiwa

Gendongan Mbok Jamu ke Gelas Mocktail Kafe Hits
Pada akhirnya, transformasi ini sukses bikin jamu legendaris relevan lagi. Jamu berhasil “ganti baju” biar bisa diterima sama generasi baru, tanpa harus “ganti jiwa”.
Mau lo minum dari piring kaleng Mbok Jamu di pagi hari, atau dari gelas mocktail barista di kafe hits… khasiatnya tetap sama. Kunyit Asam tetap buat haid, Beras Kencur tetap buat pegal linu.
Cuma beda di vibes-nya aja, bray.
Jadi, lo tim jamu ‘Klasik Gendongan’ atau ‘Kekinian Kafe’?

