jamuvoyage – Sejarah jamu Abad ke berapa ditemukan menjadi pertanyaan menarik yang sering muncul ketika kita membahas kekayaan budaya dan pengobatan tradisional Nusantara. Jamu bukan sekadar ramuan herbal, melainkan cerminan peradaban yang telah mengenal konsep penyembuhan jauh sebelum ilmu kedokteran modern masuk ke Indonesia.
Awal Mula Jamu dalam Naskah Kuno
Jika kita telusuri lebih dalam, jamu diyakini telah digunakan sejak abad ke-8 Masehi, berdasarkan catatan sejarah di Candi Borobudur dan Prambanan. Pada reliefnya tergambar praktik meracik ramuan yang diduga kuat merupakan bentuk awal dari jamu. Selain itu, naskah kuno seperti Serat Centhini dan Lontar Usada Bali juga menjadi bukti bahwa leluhur kita telah memahami pengobatan berbasis tumbuhan jauh sebelum penjajahan.
Jamu dalam Tradisi Jawa Kuno
Dalam kebudayaan Jawa, jamu bukan hanya untuk penyembuhan, tapi juga bagian dari ritual kebersihan jiwa dan raga. Para abdi dalem keraton pada masa kerajaan Mataram Islam secara turun-temurun meracik jamu untuk raja dan keluarga kerajaan. Komposisinya pun disesuaikan dengan kebutuhan personal, mulai dari menjaga stamina hingga menghaluskan kulit.
Kerajaan dan Rakyat: Jamu Milik Semua
Menariknya, penggunaan jamu tidak terbatas pada kalangan bangsawan. Rakyat jelata pun memanfaatkan tumbuhan sekitar seperti kunyit, temulawak, jahe, dan kencur untuk meredakan keluhan sehari-hari. Hal ini memperlihatkan bagaimana jamu menjadi produk kolektif masyarakat agraris yang cerdas memanfaatkan alam.
Era Penjajahan dan Transformasi Jamu
Pada masa penjajahan Belanda, jamu sempat dianggap sebagai praktik mistik yang tidak ilmiah. Namun ironisnya, banyak dokter Belanda yang kemudian mengadopsi dan meneliti khasiat tanaman herbal Indonesia. Dari sinilah muncul buku pengobatan dan farmasi Hindia Belanda yang sebagian menyerap resep-resep jamu.
Industri Jamu dan Modernisasi
Memasuki abad ke-20, jamu mulai dikemas secara industri. Tahun 1918 menjadi tonggak penting ketika Ny. Mooryati Soedibyo mendirikan usaha jamu skala rumahan yang kelak berkembang menjadi brand nasional. Kini, jamu telah merambah supermarket, bahkan diproduksi dalam bentuk kapsul, sachet, dan minuman siap saji.
Pengakuan Dunia terhadap Jamu
Tak hanya dikenal di dalam negeri, jamu juga mulai dilirik dunia internasional sebagai bagian dari complementary and alternative medicine. Beberapa penelitian dari luar negeri telah membuktikan manfaat temulawak untuk hati, jahe untuk peradangan, serta kunyit untuk detoksifikasi. World Health Organization (WHO) bahkan mendorong pelestarian pengobatan tradisional seperti ini sebagai warisan global.
Jamu dan Peran Perempuan dalam Budaya
Salah satu aspek menarik dari sejarah jamu adalah bagaimana perempuan memegang peran sentral sebagai peracik dan penjaga pengetahuan. Di berbagai desa, kita mengenal istilah mbok jamu—perempuan tangguh yang berkeliling menjajakan jamu sambil menjaga budaya dan pengetahuan herbal yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi.
Generasi Muda dan Kebangkitan Jamu
Belakangan ini, muncul tren baru di kalangan anak muda terhadap gaya hidup sehat dan kembali ke alam. Hal ini membuka jalan bagi jamu untuk kembali naik daun, terutama lewat produk-produk kekinian seperti jamu cold-pressed, jamu smoothies, hingga startup kesehatan yang mengadopsi resep tradisional dengan pendekatan modern.
Tantangan: Antara Pelestarian dan Komersialisasi
Meski popularitasnya meningkat, jamu menghadapi tantangan serius—mulai dari standarisasi bahan baku, ancaman deforestasi tanaman obat, hingga kebutuhan akan penelitian ilmiah yang memadai untuk mendukung klaim kesehatan. Tanpa upaya serius dari pemerintah dan masyarakat, jamu bisa saja hanya menjadi kenangan budaya.
Abad ke Berapa Jamu Ditemukan dan Mengapa Ini Penting?
Kembali pada pertanyaan abad ke berapa jamu ditemukan, jawabannya terletak pada abad ke-8 Masehi. Namun, lebih dari sekadar tanggal sejarah, jamu adalah bukti kecerdasan lokal yang mampu meramu alam menjadi kekuatan penyembuhan. Kini, di era modern, kita punya tanggung jawab untuk tidak hanya mengkonsumsinya, tapi juga melestarikan pengetahuan dan etika di baliknya. Karena jamu bukan sekadar minuman, tapi warisan peradaban.